LAPORAN
SEJARAH
(SANGIRAN)
|
A.
Sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia
Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan
berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen).
Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat
perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar). Gapura ini
dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari
gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km. Kepala pengelolaan
situs Sangiran sekarang adalah Dr. Hari Widianto.
Situs Sangiran mempunyai luas sekitar 59, 2 km² (SK Mendikbud 070/1997) secara administratif
termasuk kedalam dua wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen (Kecamatan
Kalijambe, Kecamatan Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar
(Kecamatan Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto & Simanjuntak,
1995). Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang
ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember
1996, menetapkan Sangiran sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia
“World Heritage List” Nomor : 593. Dengan demikian pada tahun tersebut
situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.
Pada awalnya Sangiran adalah sebuah kubah yang
dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian melalui
proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah
dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di
masa lampau. Museum Sangiran beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek
wisata yang menarik juga merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra
sejarah terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia.
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi
lengkap tentang pola kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang
perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi,
Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya
ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu spesies dalam
taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald. Di area
situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000
tahun masih dapat ditemukan hingga kini. Relatif utuh pula. Sehingga para ahli
dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di
Sangiran secara berurutan.
Bentang lahan situs tersebut meliputi areal seluas ±
48 km2 yang berbentuk seolah seperti kubah (dome),
sehingga situs tersebut dinamakan dengan Sangiran Dome. Situs
Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba yang sangat berperan penting
dalam perkembangan penelitian di bidang palaeoanthropology di
Indonesia. Pada tahun 1934 penelitian yang dilakukan oleh G.H.R. von Koenigswald
yang menemukan beberapa alat sepih yang terbuat dari batu kalsedon di atas
bukit Ngebung, arah Baratlaut SangiranDome.
Berdasarkan penelitian geologis, situs Sangiran
merupakan kawasan yang tersingkap lapisan tanahnya akibat proses orogenesa
(pengangkatan dan penurunan permukaan tanah) dan kekuatan getaran di bawah
permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan bumi (eksogen).
Aliran Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga mengakibatkan
terkikisnya kubah Sangiran menjadi lembah yang besar yang dikelilingi oleh
tebing-tebing terjal dan pinggiran-pinggiran yang landai. Beberapa aktifitas
alam di atas mengakibatkan tersingkapnya lapisan tanah/formasi periode pleistocen yang
susunannya terbentuk pada tingkat-tingkat pleistocen bawah
(lapisan Pucangan),pleistocen tengah (lapisan Kabuh), dan pleistocen atas
(lapisan Notopuro). Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di laipsan-lapisan
tersebut berasosiasi dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan lapisan Jetis,
lapisan Trinil, dan lapisan Ngandong.
Diperkirakan situs Sangiran pada masa lampu merupakan
kawasan subur tempat sumber makanan bagi ekosistem kehidupan. Keberadaanya di
wilayah katulistiwa, pada jaman fluktuasi jaman glassial-interglassial menjadi
tempat tujuan migrasi manusia purba untuk mendapatkan sumber penghidupan.
Dengan demikian kawasan sangiran pada kalapleistocen menjadi tempat
hunian dan ruang subsistensi bagi manusia pada masa itu.
Tempat-tempat terbuka seperti padang rumput, semak
belukar, hutan kecil dekat sungai atau danau menjadi pilihan sebagai tempat
hunian manusia pada kala pleistocen. Mereka membuat pangkalan (station) dalam
aktifitas perburuan untuk m,endapatkan sumber kebutuhan hidupnya. Pilihan situs
Sangiran dome sebagai pangkalan aktifitas perburuan
mengingatkan kita dengan living floor (lantai hidup)
atau old camp site di lembah Olduvai, Tanzania (Afrika).
Indikasi suatu situs sebagai tempat hunian dan ruang subsistensi adalah temuan
fosil manusia purba, fauna, dan artefak perkakas yang ditemukan saling berasosiasi.
Secara geo-stratigrafis, Situs Sangiran yang posisinya
berada pada depresi Solo di kaki Gunung Lawu ini dahulu merupakan suatu kubah
(dome) yang tererosi di bagian puncaknya sehingga menyebabkan terjadinya
reverse (kenampakan terbalik). Kondisi deformasi geologis seperti ini kemudian
semakin diperjelas oleh aliran Kali Brangkal, Cemoro dan Pohjajar (anak-anak
cabang Bengawan Solo) yang mengikis situs ini mulai di bagian utara, tengah dan
selatan. Akibat dari kikisan aliran sungai tersebut maka menyebabkan
lapisan-lapisan tanah tersingkap secara alamiah dan memperlihatkan berbagai
jejak fosil (manusia purba dan hewan vertebrata) (Widianto &
Simanjuntak 1995).
Sejarah atau riwayat penelitian di Situs Sangiran
bermula dari laporan GHR. Von Koenigswald yang menemukan sejumlah alat serpih
dari bahan batuan jaspis dan kalsedon di sekitar bukit Ngebung pada tahun 1934
(Koenigswald, 1936). Temuan alat-alat serpih yang kemudian terkenal dengan
istilah ‘Sangiran Flakes-industry’ tersebut diperkirakan berasal dari lapisan
(seri) Kabuh Atas yang berusia Plestosen Tengah. Namun hasil pertanggalan
tersebut banyak dikritik oleh para ahli (de Terra, 1943; Heekeren, 1972) karena
temuan tersebut dihubungkan dengan konteks Fauna Trinil yang tidak autochton
(Bartstra dan Basoeki, 1984: 1989) atau bukan dari hasil pengendapan primer
(Bemellen, 1949).
Penelitian di situs ini menjadi semakin menarik dan
berkelanjutan ketika pada tahun 1936 ditemukan fragmen fosil rahang bawah
(mandibula) manusia purba Homo erectus yang kemudian disusul oleh temuan
fosil-fosil lainnya. Setelah masa pasca Koenigswald atau pada sekitar tahun
1960-an, penelitian terhadap fosil-fosil hominid dan paleotologis di situs ini
kemudian diambil alih oleh para peneliti dari Indonesia (antara lain T. Jacob
dan S. Sartono) serta terus berkelanjutan sampai sekarang. Penelitian yang
sangat ‘spektakuler’ terjadi ketika Puslit Arkenas melakukan kerjasama
penelitian dengan Museum National d’Histoire Naturelle (MNHN), Perancis melalui
ekskavasi besar-besaran selama 5 tahap (tahun 1989 – 1993) di bukit Ngebung
yang menghasilkan sejumlah temuan secara ‘insitu’ dan pertanggalan absolut yang
sangat menarik. Penelitian Situs Sangiran semakin berkembang pesat dalam dekade
lima tahun belakangan ini setelah Balar Yogya ikut berpartisipasi langsung dan
melakukan program-program penelitian secara intensif dan terpadu (Widianto
1997; Jatmiko 2001).
Prof. Dr. Teuku Jacob
yang juga menjadi peneliti berbagai hasil temuan situs manusia purba. Dia
adalah peneliti dari berbaagai fosil yang ditemukan di Pulau Jawa. Ia sempat menghebohkan
kalangan antropologi atas kritiknya terhadap asal-usul Homo Floresiensis.
B. Keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo
erectus
Sangiran adalah sebuah situs paleontologis yang
terlengkap di Indonesia dan cukup terkemuka di dunia. Keberadaan situs ini
secara resmi telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu situs warisan budaya
dunia sejak bulan Desember 1996 (Widianto 2000). Dari sekitar 100 individu
temuan fragmen fosil manusia purba yang didapatkan di Indonesia, hampir 65%
-nya berasal dari Situs Sangiran dan mencakup sekitar 50 % dari populasi
taxon Homo erectus di dunia. Pada umumnya fosil-fosil tersebut
ditemukan secara kebetulan (temuan penduduk) dan dalam bentuk fragmenter; yaitu
antara lain berupa tulang-tulang tengkorak, mandibula dan femur. Fosil-fosil
tersebut ditemukan pada beberapa tempat atau lokasi utama di Pulau Jawa; yaitu
antara lain di Pati Ayam, Sangiran, Ngandong dan Sambungmacan (Jawa Tengah)
serta di daerah Trinil dan Perning (Jawa Timur). Berdasarkan bentuk fisik dan
lingkungan endapan asalnya, secara umum temuan fosil-fosil manusia purba di
Indonesia dikategorikan menjadi 3 kelompok utama (Widianto, 1996); yaitu
kelompok Pithecanthropus arkaik yang berasal dari Formasi
Pucangan (Plestosen Bawah) yang ditaksir mempunyai usia antara 1,7 – 0,7 tahun.
Termasuk dalam kelompok ini adalah Meganthropus palaeojavanicus dan Pithecanthropus
mojokertensis. Kelompok kedua adalah jenis Pithecanthropus
klasik yang berasal dari Formasi Kabuh (Plestosen Tengah) yang
mempunyai usia sekitar 800.000 – 400.000 tahun. Jenis kelompok ini (Homo
erectus) yang paling banyak ditemukan di Sangiran. Kelompok yang ketiga
adalah Pithecanthropus progresif yang berasal dari Formasi
Notopuro (Plestosen Atas) dan mempunyai umur antara 400.000 – 100.000 tahun.
Termasuk dalam kelompok ini adalah temuan Homo soloensis dari
Ngandong dan Trinil (Widianto 1996, Semah et.al. 1990).
HOMO ERECTUS
|
Dome Sangiran merupakan daerah yang tersingkap.
Berdasarkan hasil penelitian terbentuknya Dome Sangiran merupakan peristiwa
geologis yaitu diawali pada 2,4 juta tahun yang lalu terjadi
pengangkatan,gerakan lempeng bumi,letusan gunung berapi dan adanya masa glasial
sehingga terjadi penyusutan air laut yang akhirnya membuat wilayah Sangiran
terangkat keatas, hal ini dibuktikan dengan endapan yang bisa kita jumpai di
sepanjang Sungai Puren yang tersingkap lapisan lempeng biru dari Formasi
Kalibeng yang merupakan endapan daerah lingkungan lautan dan hingga sekarang
ini banyak sekali dijumpai fosil-fosil moluska laut.
·
PROSES TERBENTUKNYA SANGIRAN
Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa
formasi, diantaranya :
Formasi situs Sangiran
1.
Formasi Kalibeng
Lempung biru yang membentuk apa yang disebut kalangan arkeolog sebagai
Formasi Kalibeng di bagian paling bawah adalah endapan paling tua. Endapan itu
tercipta sejak 2,4 juta tahun lalu ketika daerah ini masih merupakan lingkungan
laut dalam. Di dalam lapisan lempung biru, selain mengandung
foraminifera dan jenis mollusca laut (turitella, arca, nasarius, dan lain-lain)
juga ditemukan fosil ikan, kepiting, dan gigi ikan hiu. Berumur 2,4 juta s/d 1.8 juta tahun lalu.
Dengan lapisan:
·
Lapisan napal (Marl)
·
Lapisan lempung abu-abu (biru) dari endapan laut dalam
·
Lapisan foraminifera dari endapan laut dangkal
·
Lapisan balanus batu gamping
·
Lapisan lahar bawah dari endapan air payau
2. Formasi Pucangan
Formasi ini berada diatas lapisan atau formasi
kalibeng. Sekitar 1.800.000 – 700.000 tahun yang lalu formasi ini merupakan
rawa pantai dan di dalam lapisan ini terbentuk endapan diatomit yang mengandung
cangkang diatomea laut. Formasi ini berupa lempung hitam dan mulai terbentuk
dari endapan lahar Gunung Merapi purba dan Gunung Lawu purba. Formasi Pucangan
banyak mengandung fosil manusia purba dan hewan mamalia, antara lain reptil (buaya dan kura-kura), mamalia, rusa, bovidae,
gajah, babi, monyet, domba, dan fosil kayu. Berumur 1.8 juta s/d 700 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
·
Lapisan lempung
hitam (kuning) dari endapan air tawar
·
Lapisan batuan
kongkresi
·
Lapisan lempung
volkanik (Tuff) (ada 14 tuff)
·
Lapisan batuan
nodul
·
Lapisan batuan
diatome warna kehijauan
3. Formasi Grenzbank
Pada 700.000 tahun yang lalu formasi grenzbank
terletak diatas formasi Pucangan. Terbentuknya formasi ini terjadi erosi pecahan
gamping pisoid dari pegunungan selatan yang terletak di selatan Sangiran dan
kerikil-kerikal vulkanik dari Pegunungan Kendeng di utaranya. Material erosi
tersebut menyatu di Sangiran sehingga membentuk suatu lapisan keras setebal 1-4
meter, yang disebut grenzbank alias lapisan pembatas. Lapisan ini dipakai sebagai tanda batas antara Formasi
pucangan dan Formasi Kabuh.Pengendapan grenzbank menandai perubahan lingkungan
rawa menjadi lingkungan darat secara permanen di Sangiran. Pada Grenzbank banyak ditemukan hewan mamalia,
ditemukan pula fosil Homo Erectus.
4. Formasi Kabuh
Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang
hebat di sekitar Sangiran, berasal dari Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba.
Letusan hebat telah memuntahkan jutaan kubik endapan pasir vulkanik, kemudian
diendapkan oleh aliran sungai yang ada di sekitarnya saat itu. Aktivitas
vulkanik tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi
susul-menyusul dalam periode lebih dari 500.000 tahun. Aktivitas alam ini
meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak kurang dari 40 meter,
dikenal sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini mengindikasikan daerah Sangiran
sebagai lingkungan sungai yang luas saat itu: ada sungai utama dan ada pula
cabang-cabangnya dalam suatu lingkungan vegetasi terbuka. Salah satu sungai
purba yang masih bertahan adalah Kali Cemoro.
Berbagai manusia purba yang hidup di daerah Sangiran
mulai 700.000 hingga 300.000 tahun kemudian terpintal oleh aliran pasir ini.
"Mereka" diendapkan pada sejumlah tempat di Sangiran. Badak, antilop
dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada Formasi Kabuh. Stegodon sp ditemani
jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos
groeneveldtii (banteng).
Saat itu mereka masih meneruskan tradisi pembuatan
alat serpih bilah. Pada Kala Plestosen Tengah inilah Sangiran menunjukkan
lingkungan yang paling indah: hutan terbuka dengan berbagai sungai yang
mengalir, puncak dari kehidupan Homo erectus beserta
lingkungan fauna dan budayanya. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling
banyak menghasilkan fosil manusia dan binatang. Berumur 700 ribu s/d 250 ribu
tahun lalu. Dengan Lapisan:
·
Lapisan konglomerat
·
Lapisan batuan
grenzbank sebagai pembatas
·
Lapisan lempeng
vulkanik (tuff) (ada 3 tuff)
·
Lapisan pasir
halus silang siur
·
Lapisan pasir
gravel.
5. Formasi Notopuro
Formasi Notopuro yang berada pada lapisan teratas di situs
Sangiran ini sekitar 500.000 – 250.000 tahun yang lalu dengan
litologi breksi laharik dan batu gamping tufaan yang diakibatkan oleh banyaknya
aktivitas vulkanik.Lahar vulkanik diendapkan
kembali di daerah Sangiran, yang juga mengangkut material batuan andesit
berukuran kerikil hingga bongkah. Di dalam lapisan ini banyak ditemukan
artefak batu hasil budaya manusia yang berupa serpih-bilah (sehingga Sangiran
dijuluki industri serpih-bilah Sangiran), kapak perimbas, bola batu, kapak
penetak, dan kapak persegi. Selain itu, lapisan ini jugaditandai oleh endapan lahar, breksi, pasir dan juga banyak ditemukan alat
serpih, fosil kerbau dan kijang.
Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah
pelipatan morfologi secara umum di Sangiran, yang mengakibatkan pengangkatan
Sangiran ke dalam bentuk kubah raksasa. Erosi K. Cemoro berlangsung
terus-menerus di bagian puncak kubah sehingga menghasilkan cekungan besar yang
saat ini menjadi ciri khas dari morfologi situs Sangiran. Berumur 250 ribu s/d 15 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
·
Lapisan lahar atas
·
Lapisan teras
·
Lapisan batu pumice
6.
Formasi Teras
Solo (Kali Pasir)
Berumur 15 ribu s/d 1.5 ribu tahun lalu. Dimana hanya
memiliki lapisan endapan sungai batu kerikil dan kerakal.
C.
Pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Sangiran
Sebanyak 50 (lima puluh) individu fosil manusia Homo
erectus telah ditemukan. Jumlah ini mewakili 65 % dari
fosil Homo erectus yang ditemukan di seluruh Indonesia atau
sekitar 50 % dari populasi Homo erectus di dunia .Keseluruhan
fosil yang telah ditemukan sampai saat ini adalah sebanyak 13.809 buah.
Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran Museum Sangiran dan 10.875 fosil
lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan. Dilihat dari hasil temuannya,
Situs Sangiran merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat
penting dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala
yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hal tersebut, Situs
Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite World
Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.
Koleksi Museum Sangiran
1)
Fosil manusia,
antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus
mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus
palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus, Homo
soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo
neanderthal Asia, dan Homo sapiens .
Homo erectus
|
Manusia purba Aceh
|
Homo florensis
|
2)
Fosil binatang
bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah),Stegodon
trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus
palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus
sp (babi),Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi,
banteng), dan Cervus sp(rusa dan domba).
Fragmen gajah purba
Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya
adalah:
Ø Mastodon
Ø Stegodon
Ø Elephas
3)
Fosil binatang
air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting,
gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypodadan Gastropoda ), Chelonia
sp (kura-kura), dan foraminifera .
4)
Batu-batuan ,
antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis
5)
Alat-alat batu,
antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan
kapak perimbas-penetak
Koleksi lainnya
a. Fosil
kayu yang terdiri dari:
Fosil kayu
o
Temuan dari
Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Ditemukan
pada tahun 1995 pada lapisan tanah lempung warna abu-abu ditemukan pada formasi
pucangan
Fosil batang pohon
o
Temuan dari Desa
krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Fosil ini ditemukan pada
tahun 1977 pada lapisan tanah lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan pada
Formasi pucangan
b. Tulang
hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan di
kawasan cagar sangiran pada tanggal 23 november 1975 di tanah lapisan lempung
warna abu –abu Formasi kabuh bawah.
c. Tulang
paha
Ditemukan dari
Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 Februari
1989 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari endapan ditemukan pada
formasi pucangan atas.
d. Tengkorak
kerbau
Ditemukan oleh
Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu Kecamatan
Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat
kekuning-kunginan yang bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan
penanggalan geologi berumur 700.000-500 tahun
e. Gigi
Elephas Namadicus
Ditemukan di
situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan tanah pasir
bercampur kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh.
f. Tulang
rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan oleh
Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran Kecamatan
kalijambe Kabupaten Sragen pada lapisan lempung warna abu – abu dari endapan
pucangan atas.
g. Ruas
tulang belakang (Vertebrae)
Ditemukan di
situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan tanah
pasir berwarna abu – abu pada formasi kabuh bawah.
h. Tulang
jari (Phalanx)
Ditemukan di
situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir kasar
warna cokelat kekuning-kuningan pada formasi kabuh.
i. Rahang
atas Elephas Namadicus
Rahang ini
dilengkapi sebagian gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh Ngrejo, Desa
Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen pada tanggal 24 April 1980 pada
lapisan Grenz bank antara formasi pucangan dan kabuh.
j. Tulang
kaki depan bagian atas (Humerus)
Bagian fosil
ditemukan oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen
pada tanggal 28 Desember 1998 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari
formasi pucangan atas kala pleistosen bawah
k. Tulang
kering
Ditemukan oleh
Warsito di Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada
tanggal 4 januari 1993 lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi
pucangan atas.
l. Fosil
Molusca
a. Klas Pelecypoda
b. Klas Gastropoda
m. Binatang
air
Ø Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan pada
tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di Dukuh Blimbing, Desa Ngebung,
Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen pada formasi pucangan
Ø Kura – kura (Chlonia Sp.) ditemukan pada tanggal 1
Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan
Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi pucangan
Ø Ruas tulang belakang ikan ditemukan pada tanggal 20
November 1975 oleh Suwarno di Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen pada formasi pucangan
Selain mendirikan museum situs prasejarah sangiran
untuk menjaga kawasan sangiran, pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang
tentang perlindungan cagar budaya sangiran, yaitu:
1) Mengeluarkan
SK. Mendikbud No. 70 / 111 / 1977 dan menetapkan sangiran sebagai cagar budaya.
Semua fosil-fosil di wilayah sangiran dilindungi dan setiap temuan harus
diserahkan kepada pemerintah.
2) UU
No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya yang lebih keras yaitu, menetapkan
sangiran sebagai cagar budaya ( UNESCO )
Meskipun pemerintah telah membuat peraturan
perundang-undangan tentang perlindungan cagar budaya, tetapi pada kenyataannya
masih mengalami beberapa masalah yaitu;
a. Daerah
yang seluas 32 km² hanya diawasi oleh tenaga yang sangat terbatas. Daerah itu
hanya dijaga oleh 27 personil, termasuk 8 orang bertugas sebagai satpam.
b. Adanya
tradisi memberi hadiah terhadap penemu fosil yang telah berlangsung sejak jaman
pendudukan Belanda.
c. Para
pembeli asing menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dari pemerintah,
sehingga banyak penduduk setempat yang menjual fosil temuannya kepada pembeli
asing.
D.
Pengembangan Museum Purbakala Sangiran
Sejak dibangun pada 2005
silam, museum sangiran yang terletak di Kecamatan Kalijambe, akhirnya
diresmikan penggunaannya oleh Wakil Menteri pendidikan dan Kebudayaan
Bidang Kebudayaan yang juga sebagai pembuat Desain Engginering Plan Sangiran,
Prof Dr. Windu Nuryati, PHD. Dua puluh tahun
silam tempat tersebut masih berupa joglo sederhana yang dijadikan tempat
pengumpulan fosil-fosil purba oleh kepala desa Krikilan, Toto Marsono. Kini,
ditanah yang berusia 1,8 juta tahun itu telah berdiri megah sebuah bangunan
museum bertaraf internasional. Berbagai rangkaian acara digelar mengiringi
peresmian museum, mulai dari seminar internasional yang mendatangkan 100 pakar
arkelologi di dunia hingga pelaksanaan penggailian di Sangiran bersama ilmuwan
dari Uni Eropa. Selain itu, pada acara tesebut diserahkan rekonstruksi rangka
kuda air berusia 1,2 juta tahun yang ditemukan di Bukuran oleh tim gabungan
Indonesia – Perancis. Museum Sangiran berdiri di dalam Cluster Krikilan
yang merupakan Cluster pertama yang telah selesai dibangun. Masih ada tiga
Cluster lainnya yang akan mulai dibangun tahun depan, yaitu Cluster Ngebung,
Cluster Bukuran, keduanya terletak di wilayah Kab. Sragen, dan Cluster Ndayu
yang terletak di wilayah Kab. Karanganyar.
Tiap Cluster tersebut akan menjadi pusat-pusat
penelitian zaman purba sesuai masing-masing bagiannya. Misalnya Cluster Ndayu
akan dijadikan pusat penelitian arkeologi mutakhir dan Cluster Ngebung akan
menjadi pusat sejarah temuan fosil. Pembangunan Cluster akan melibatkan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Sragen serta Kabupaten
Karanganyar. Selain itu ada beberapa upaya pemerintah yang dicanangkan untuk
mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran antara lain :
·
Melengkapi
kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi
timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang
pertemuan menjadi ruang pameran tambahan.
·
Pemerintah
merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang
ada secara bertahap. Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri
dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II
untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang
transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang
pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
·
Menghadirkan
investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih lanjut
dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.
·
Melakukan
beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada
publik nasional.
Museum Sangiran yang mempunyai 14.000 an koleksi fosil
ini menawarkan tiga titik wisata purba yang menakjubkan. Di museum I, pengunjung
dapat menyaksikan pameran fosil-fosil asli dan peralatan manusia purbakala.
Kemudian dimuseum II dihadirkan 12 langkah kemanusiaan, mulai dari terciptanya
alam, terbentuknya kepulauan Indonesia dan Jawa, kedatangan manusia pertama,
proses evolusi sekitar 1,5 juta tahun lalu dan perkembangannya hingga menjadi
manusia modern. Sedang museum III dipertunjukkan tentang zaman keemasan Homo
Erectus Sangiran yang bterjadi sekitar 500.000 tahun .
Pengumpulan fosil – fosil Sangiran tidak terlepas dari
peran serta Masyarakat Krikilan. Peresmian pada tanggal 15 Desember 2011
bertepatan dengan peristiwa lima tahun silam 15 Desember 2006, waktu itu
terjadi peristiwa penting di Meridian Mexico, dimana Pemerintah Indonesia
menerima tanda pengesahan Situs Sangiran ditetapkan sebagai warisan dunia.
Bupati Sragen mengharapkan Situs Sangiran yang sangat membanggakan namun kadang
kurang dikenal oleh masyarakat Sragen sendiri mengharapkan agar bisa dinikmati
oleh semua kalangan tidak hanya kalangan peneliti. Sragen telah menjadi
City of Java Man yang memiliki situs yang mengungkap rahasia sejarah manusia
purba. Di situs kebanggaan ini memuat cerita tak terputus sejarah perjalanan
manusia purba hingga menjadi manusia modern. Dan di tanah yang telah berusia
lebih dari 1,8 juta tahun ini ternyata masih banyak menyimpan fosil-fosil purba
yang bisa digali, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk menemukan
fosil-fosil ini dan menyerahkannya kepada pemerintah Indonesia.
E. Pengungkap
Situs Sejarah Sangiran
Penelitian terhadap
situs sangiran diwali oleh Eugene Dubois pada tahun 1893 dimana sebelum dia
mengadakan penelusuran mencari fosil nenek moyang manusia di Sumatra Barat,
tetapi dia tidak menemukannya. Selai Dubois, tahun 1930-an penelususranb
dilakukan oleh GHR Von Koenigswald. Tahun 1934 Von Koenigswald berhasil
menemukan kurang lebih 1000 alat batuan manusia purba yang pernah hidup di
Sangiran.
Tahun 1936 Von
Koenigswald berhasil menemukan fosil rahang atas manusia pdan selanjutnya ia
memberi nama fosil Megantrophus Paleojavanicus. Tahun 1973 dia juga berhasil
menemukan manusia purba yang dicari oleh Eugene Dubois yaitu Pithecanthropus
Erectus. Penemuan kedua ini mendorong para ahli untuk mengadakan penelitian
lanjutan di situs sangiran diantaranya : Helmut de Tera, Movius, P. Marks, RW
van Bemmelean, H.R van Hekkeren, Gert jan Barsta, Francois Semah, Anne Marie
Semah, M. Itahara. Sedangkan peneliti-peneliti dari Indonesia yang serius
menangani sangiran adalah: R.P Soejono, Teuku Jacob, S. Sartono, dan Hari
Widianto.
F.
Pengertian Fosil Pengertian, Manfaat dan Syarat terbentuknya
fosil.
Fosil adalah
sisa-sisa organisme yang pernah hidup di waktu silam, yang diawetkan oleh alam.
Karena terawetkan sejak 3,5 miliar tahun yang lalu fosil menjadi petunjuk penting
mengenai sejarah bumi.
Manfaat dari fosil adalah :
a. Fosil
merupakan kunci yang menentukan mengenai lingkungan masa lalu. Binatang dan
tumbuhan hidup di daerah yang memiliki keadaan (iklim) yang berbeda-beda.
Dengan menggunakan keadaan iklim dari binatang dan tumbuhan pada zaman modern
sebagai bandingan dan penerapan Prinsip Uniformtarianisme, dapat diperkirakan
keadaan iklim pada saat hidupnya tumbuhan dan binatang serupa pada zaman
dahulu.
b. Fosil
merupakan dasar utama dalam menentukan umur relatif suatu lapisan dan komponen
yang sangat penting dalam menyusun sejarah bumi yang sudah berumur 600 juta
tahun.
c. Sebagai penunjuk
waktu (time indicator) dalam geologi.
d. Menentukan perkiraan
umur relatif batuan : lapisan yang memiliki kesamaan kandungan fosil
diperkirakan diendapkan pada waktu yang bersamaan.
e. Mengetahui kisaran
lingkungan pengendapan : penemuan fosil pada suatu tempat dapat menjadi
petunjuk untuk menentukan lingkungan pengendapan, misalnya dengan ditemukannya
fosil ikan pada suatu lapisan menunjukan bahwa wilayah sekitar lapisan tersebut
kemungkinan adalah suatu lingkungan air.
f. Menentukan korelasi
batuan : lapisan batuan pada suatu daerah dapat dikatakan sama dengan lapisan
batuan didaerah lain jika keduanya mengandung jenis fosil yang sama.
g. Fosil penting untuk
memahami sejarah batuan sedimen bumi. Subdivisi dari waktu geologi dan
kecocokannya dengan lapisan batuan tergantung pada fosil.Organisme berubah
sesuai dengan berjalannya waktu dan perubahan ini digunakan untuk menandai
periode waktu. Sebagai contoh, batuan yang mengandung fosil graptolit harus
diberi tanggal dari era paleozoikum. Persebaran geografi fosil memungkinkan
para ahli geologi untuk mencocokan susunan batuan dari bagian-bagian lain di
dunia.
Ada beberapa syarat yang menyebabkan
terjadinya fosil, diantaranya yaitu :
1. organisme mempunyai
bagian tubuh yang keras
2. mengalami pengawetan
dalam batuan sedimen
3. mengandung kadar
oksigen dalam jumlah yang sedikit
4. terjadi secara
alamiah, terhindar dari proses – proses kimia
5. terbebas dari bakteri
pembusuk, terhindar dari organisme pemangsa
6. umurnya lebih dari 10.
000 tahun.
G.
Proses
Terbentuknya Fosil
Ketika suatu organisme
mati, bangkainya terkubur dan lambat laun berubah menjadi fosil. Biasanya
hanya bagian-bagian terkeras, seperti cangkang atau tulang, yang masih
terawetkan. Kadang-kadang bangkai tersebut perlahan-tahan membatu.
Molekul-molekul aslinya digantikan oleh berbagai jenis mineral seperti katsit
atau besi pirit. Namun, ada puta beberapa fosil yang masih mengandung sebagian
besar molekuI astinya. Sebuah cabang ilmu baru yang disebut pateontotogi
molekuter berupaya untuk membandingkan kesamaan komposisi kimia atau bahkan gen
dari spesies purba yang tetah punah dengan spesies yang masih hidup hingga
kini.
H.
Sejarah
Khidupan di Bumi
Sejarah kehidupan di
planet bumi selama 65 juta tahun terakhir ditandai oleh munculnya aneka jenis
mamalia dan berbagai rupa pepohonan berdaun lebar dan tumbuhan berbunga.
Sekitar 200 juta tahun sebelum periode ini, dinosaurus dan hewan sejenis
merajai daratan. Sebaliknya, berbagai jenis organisme laut hidup di laut
hangat. Selama periode Karbon, sekitar 300 juta tahun silam, hamparan rawa
mahaluas mendukung penyebaran tetumbuhan primitif seperti paku-pakuan raksasa
dan pakis. Sisa-sisa tumbuhan purba semacam ini berubah menjadi deposit
batu bara. Tidak dijumpai banyak bukti akan adanya bentuk kehidupan di atas
daratan sebelum periode Karbon. Namun, samudra pada waktu itu telah dipenuhi
oleh kehidupan. Fosil dari periode Prekambrian (600 juta tahun silam) jarang
ditemukan. Selama masa tersebut hanya ada sedikit spesies tumbuhan dan hewan
besar yang hidup dan berbiak di bumi.
Waktu geologis dibagi menjadi
deretan periode, masing-masing ditandai oleh kelompok fosil tertentu. Periode
Prekambrian memakan waktu 85 persen dari seluruh perjalanan sejarah bumi.
Namun, bebatuan yang berasal dari periode ini umumnya gagal terawetkan, dan
hanya ada sedikit spesies hewan bertubuh besar yang meninggatkan fosil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar