PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
WANITA BERPOLIANDRI
Oleh :
Meida Riski Pujiyati
115160019
JURUSAN TEKNIK
GEOFISIKA
FAKULTAS
TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesetaraan
gender sering digemakan oleh para aktivis sosial, kaum perempuan hingga
politikus. Kesadaran kaum perempuan akan kesetaraan gender semakin meningkat seraya
kaum perempuan terus menuntut hak yang sama dengan laki-laki. Kesetaraan gender
merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara
terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak
hanya diperuntukkan bagi para laki-laki, perempuanpun mempunyai hak yang sama
pada hakikatnya.
Kesetaraan
gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pendidikan dan pertahanan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati
hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan
diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun
perempuan.
Namun,
beberapa wanita atau perempuan salah menilai dalam memaknai arti kesetaraan
gender tersebut. “Jika lelaki boleh beristri lebih dari satu, mengapa wanita
tidak boleh bersuami lebih dari satu (poliandri)?”. Pertanyaan ini kadang
terbesit di sebagian kalangan wanita yang berpikir tentang arti kesetaraan
gender tersebut. Maka dari itu, wanita melakukan poliandri adalah hal yang
menarik untuk dibahas dan didalami tentang hukum dalam islam dan lain
sebagainya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Poliandri
Poliandri secara
etomoligis berasal dari bahasa Yunani yaiyu polus
: banyak ; Aner negatif andros : laki-laki. Secara
terminologis, poliandri diartikan dengan perempuan yang mempunyai suami lebih
dari satu. Dalam kehidupan masyarakat poligini lebih dikenal daripada poliandri.[1]
Menurut Ali
Husein Hakim dalam bukunya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan poliandri,
yaitu ketika seorang perempuan dalam waktu yang sama mempunyai lebih dari
seorang suami.[2]
B.
Pernikahan
Poliandri
Di tengah dunia yang penuh dengan
pernikahan poligami, muncul wanita-wanita pendobrak norma dengan melakukan
poliandri yaitu menikah dengan lebih dari satu pria. Alasannya beragam, namun
sebagian besar karenapembagian harta yang lebih aman dan hanya berkutat di satu
keluarga yang sama.
Contoh Kasus :
Tashi
Sangmo, dua suami
Sangmo menikahi kakak beradik Mingmar
dan Pasang Lama di sebuah desa terpencil di Himalaya, Nepal. Pernikahan ini
berawal ketika ia masih berusia 17 tahun dan dijodohkan dengan Mingmar, ia pun
setuju untuk menikahi Pasang. Dikatakan Sangmo pernikahan ini memudahkan
pembagian uang di dalam keluarga." Dua kakak beradik membawa uang masuk
dan sayalah yang mengaturnya,"kata Sangmo seperti dikutip dari AFP pada
September 2012.[3]
Liana Barrientos , sepuluh suami
Barrientos melakukan penipuan imigrasi
ketika menikahi sepuluh pria berbeda di AS. Ia memulai petualangan cinta ini
ketika berusia 23 tahun dan berakhir di usia 39 tahun ketika akhirnya diringkus
pihak kepolisian setempat. Secara total, Barrientos telahmenikah sepuluh kali,
sembilan di antaranya terjadi di antara tahun 1999 dan 2002.
Pernikahan-pernikahan itu terjadi di Westchester County, Long Island, New
Jersey, dan Bronx.Diduga motif Barrientos menikahi banyak pria AS adalah
semata-mata untuk uang. Ia akhirnya ditangkap dengan tuduhan mengajukan
instrumenpalsu untuk pengajuan yang dibuatnya ketika mengajukan permohonan
pernikahan di tahun 2010. Ia menyatakan dirinya tidak bersalah pada Jumat, 10
April 2015.[4]
Rajo
Verma, lima suami
Di desa Dehdarun, India utara, seorang
wanita bernama Rajo Verma menikah dengan lima kakak beradik. Rajo secararesmi
bersuami Guddu. Setelah itu Rajomenikahi empat saudara Guddu, yakni Baiju (32),
Sant Ram (28), Gopal (26), dan Dinesh (19). Mereka menikah secara agama
Hindu.“Kami semua berhubungan intim dengannya (Rajo), tapi tak pernah cemburu
satu sama lain, kami keluarga besar yang bahagia,” kata Guddu, suamipertama,
seperti dikutip pada Maret 2013. Kamariyah, dua suamiPerempuan warga Dusun
Toronan Daya, Desa Toronan, Kecamatan Kota Pamekasan, Madura ini dipolisikan di
tahun 2010 setelah ketahuan menjalin ikatan pernikahan dengan lebih dari satu
pria. Kamariyah yang menikah siri dengan Sugianto (40) dan membuahkan bayi
laki-laki. Padahal, gugatan cerainya kepada Ustadz Hairul Anwar (40) masih
proses kasasi. Pernikahan siri Kamariyah dan Sugiantoitu dilaksanakan di rumah
seorang kiai di Kabupaten Sumenep. Eti Rohayati, dua suamiEti Rohayati dituntut
ke pengadilan di tahun 2011 oleh suaminya, Dadang, dengan tuduhan poliandri.
Pasalnya, Etimenikah lagi dengan orang lain meski masih terikat pernikahan
dengan Dadang. Namun, menurut Eti, pernikahannya selama 17 tahun dengan Dadang
sudah tiga kali putus sambung. Untuk bisa menikah kembali, Eti menuruti ajaran
agama dengan menikahi orang lain lebih dulu barulah kemudian bisa kembali ke
suami pertama. "Nah, waktu saya menikah dengan orang lain tersebut saya
malah dilaporkan,'' terangnya seperti dikutip JPNN.[5]
C.
Poliandri
dalam Islam
وَالْمُحْصَنَاتُ
مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ
مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ
فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ
بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Dan
(diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali budak-budak
perempuan (tawanan perang) yang kamu milikisebagai ketetapan Allah atas kamu.
Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu
berusaha dengan hartamuuntuk menikahinya bukan untuk berzina. Maka karena
kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada
mereka, sebagaisuatu kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara
kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana.[6]
Menurut ayat diatas yaitu bahwa diantara
perempuan-perempuan yang haram dinikahi secara temporer dan juga haram untuk
dipinang, yaitu istri-istri orang lain atau perempuan-perempuan yang bersuami,
perempuan-perempuan ini termasuk golongan perempuan yang haram dinikahi karena
mereka berada di bawah tanggung jawab dan perlindungan orang lain. Oleh karena
itu, diharamkanlah mereka menikah sengan sela dan tidak halal untuk dinikahi
orang lain. Kecuali budak yang tertawan dalam medan perang dalam mempertahankan
agama, sedang suami mereka dalam keadaan kafir dan ditinggal di negranya
(lawan). Dengan kata lain, meskipun mereka bersuami, mereka tetap halal bagi
kaum muslimin untuk mengawini budak tersebut bila mereka menghendaki.
Diperbolehkannya mengawini budak tawanan perang tersebut disebabka jika budak
peremuan tersebut telah masuk Islam, namun suaminya masih kafir. Sebab
keislamannya yang memisahkan budak tersebut dengan suaminya yang masih musyrik.
Tetapi, bila perangnya itu bukan mempertahankan agama, tetapi masalah dunia,
menurut Al-Maraghi, tidak dibenarkan menawan perempuan-perempuannya sebagai
tawanan dan dijadikan buda tau selir. Bahkan, hanafiyah berpendapat bila mereka
tersebut tertawan dengansuaminya tidak dibolehkan kepada yang lainnya.sebab,
penyebab kebolehan tersebut mesti berpisahnya suami istri tawanan itu, dalam
arti yang satu di negara Islam dan yang satu di negara non Islam.[7]
Hikmah pelaranga terhadap perkawinan
poliandri adalah untuk menjaga kemurnian keturunan, jangan sampai bercampur
aduk, dan kepastian hukum seorang anak. Karena anak sejak dilahirkan bahkan
dalam keadaan-keadaan tertentu walaupun masih dala kandungan, telah
berkedudukan sebagai pembawa hak, sehingga perlu mendapat kepastian dan
perlindungan hukum.
Menurut hukum waris Islam, seorang anak
yag masih dalam kandungan yang kemudian lahir dalam keadaan hidup berhak
mendapat bagian penuh, apabila ayahnya meninggal dunia biarpun dia masih dalam
kandungan.[8]
Dengan demikian, dari segi hukum waris Islam, kepastian hak waris seorang anak
ditentukan oleh kepastian hubungan daah/hubungan hukum antara anak dengan
ayahnya mengalami kekaburan, tidak ada kepastian, disebabkan karena terdapat
beberapa orangg secara bersamaan menjadi suami si Ibu yang melahirkan anak
tersebut. Dalam konteks tujuan perkawinan adalah untuk melanjutkan keturunan,
menjaga diri dari perbuatan yang dilarang, menimbulkan rasa cinta antara suami
dan istri, menimbulkan rasa kasih sayang antara orangtua dan anaknya, untuk
menghormati sunnah rasul, serta untuk membersihkan keturunan.
D.
Hukum
Poliandri
Hukum poliandri dapat dilihat dari
beberapa hadist antara lain :
1.
Abdullah
Afif
Allah
berfirman :
النساء
من والمحصنات
WAL
MUHSHANAATU MINANNISAA`I
dan
(diharamkan juga kamu mengawini)wanita yang bersuami.[9]
2.
Dalam
Tafsier Ibnu Katsier 2/256 dijelaskan
AL
MUHSHANAATWA HUNNA AL MUZAWWAJAAT
muhshanat,mereka
adalah wanita yang dinikahi / bersuami.
AYYUMAA
‘MRA’ATIN ZAWWAJAHAAWALIYAANI FA-HIYA LIL AL-AWWALI
Siapa
saja wanita yang dinikahkanolehdua orang wali, maka pernikahanyang sah wanita
itu adalah bagi yang pertama dari keduanya. [10]
3.
Dalam
Subulussalaam 3/123 dijelaskan
HADIITSU
DALIILUN 'ALAA ANNAL MAR`ATA IDZAA 'AQADA LAHAA WALIYYAANILIRAJULAINI WAKAANAL
A'QDU MUTARATTIBAN ANNAHAA LIL AWWALI MINHUMAA SAWAA`UN DAKHALA BIHAA ATSTAANI
AU LAA AMMAA IDZAA DAKHALA BIHAA 'AALIMAN FA IJMAA'UN ANNAHUU ZINAN
Hadits
diatas menunjukkan bahwasanyajika seorang perempuan jika diakadkan oleh dua
orang wali untuk dua orang laki-laki dan akadnya berurutan,maka perempuan
tersebut milik laki-laki yang pertama dari keduanya, baik digauli oleh
laki-laki yang kedua atau tidak. Adapun jika laki-laki yang kedua menggauli
perempuan tersebut dan dia mengetahui (sudah diakad oleh laki-laki yang
pertama) maka menurut ijma' itu adalah zina.[11]
Keterangan dari ayat dan hadits diatas,
diketahui bahwa poliandri adalah haram.
E.
Alasan
Pelarangan Poliandri
Banyak orang, termasuk sebagian Muslim,
mempertanyakan logika yang membolehkan seorang pria Muslim untuk memiliki lebih
dari satu istri sementara melarang wanita memiliki lebih dari satu suami. Pertama,
saya ingin menjelaskan bahwa fondasi masyarakat sesuai ajaran Islam adalah
masyarakat yang adil dan setara, dalam konteks tersebut sesuai latar belakang
mengenai kesetaraan gender. Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan
dalam kesetaraan, tetapi dengan kemampuan dan tanggung jawab yang berbeda. Pria
dan wanita berbeda secara fisiologis dan psikologis. Peran dan tanggung jawab
keduanya berbeda. Pria dan wanita setara dalam Islam, tetapi ada hal-hal yang
menjadi pembeda di antara keduanya.
Poin-poin berikut menjelaskan mengapa
poliandri (seorang wanita memiliki lebih dari satu suami) dilarang dalam Islam :
1.
Jika seorang pria memiliki lebih dari
satu istri, orangtua dari anak yang lahir dari perkawinan tersebut dapat dengan
mudah diidentifikasi. Siapa ayah dan ibunya dapat dengan mudah diidentifikasi.
Namun dalam kasus seorang wanita menikahi lebih dari satu suami, hanya ibu dari
anak yang lahir dari perkawinan tersebut dapat diidentifikasi, sedangkan
ayahnya tidak. Islam sangat memperhatikan identifikasi kedua orangtua, ibu dan
ayah. Para psikolog mengatakan bahwa anak-anak yang tidak tahu siapaorangtua
mereka, terutama ayah mereka, mengalami trauma mental yang berat dan gangguan
kejiwaan. Seringkali mereka memiliki masa kecil yang tidak bahagia. Karena
inilah anak-anak dari wanita tuna susila tidakmemiliki masa kecil yang sehat. Jika
seorang anak yang lahir dari perkawinan tersebut diterima di sekolah, dan
ketika sang guru menanyakan nama ayahnya, dia harus menyebutkan dua atau lebih
nama. Disadari bahwa perkembangan terbaru dalam ilmu pengetahuan telah membuat
kita dapat mengidentifikasi siapa ibu dan ayahnya dengan bantuan pengujian
genetik. Sehingga argumen yang berlaku untuk masa lalu ini mungkin tidak
berlaku untuk zaman sekarang.
2.
Secara alami, pria lebih menyukai
poligami dibandingkan dengan wanita.
3.
Secara biologis, lebih mudah bagi
seorang pria untuk melakukan tugasnya sebagai suami meskipun memiliki beberapa
istri. Seorang wanita, dalam posisi yang sama, jika dia memiliki beberapa
suami, tidak akan mungkin untuk melakukan tugasnya sebagai seorang istri. Hal
ini dikarenakan seorang wanita mengalami beberapa perubahan psikologis dan
perilaku karena fase-fase dari siklus menstruasi.
4.
Seorang wanita yang memiliki lebih dari
satu suami otomatis mempunyai lebih dari satu pasangan seksual pada saat
bersamaan dan memiliki kesempatan tinggi tertular penyakit kelamin. Penyakit
kelamin tersebut juga dapat menular kembali kepada suami-suaminya yang lain
meskipun jika suami-suaminya itu tidak berhubungan seks di luar nikah. Sebaliknya,
risiko ini tidak ada pada seorang pria yang memiliki lebih dari satu istri,
dimana tidak satupun dari mereka berhubungan seks di luar nikah.
Alasan-alasan
di atas adalah bahaya poliandri yang dapat kita ketahui.Mungkin ada banyak
alasan lainnya mengapa Allah, dalam Hikmah-Nya yang Tak Terbatas, melarang
poliandri.
F.
Jika
Wanita Melakukan Poliandri
Coba
bayangkan sebuah botol minuman dan empat gelas. Isi botol itu jika dituangkan
dalam empat gelas itu, rasa minuman itu akan tetap sama di botol manapun.
Mendeteksinya pun mudah. Jika botol berisi air putih, maka gelas-gelas pun akan
penuh dengan air putih. Sekarang, kita balikkan misalnya begini, empat botol
berisi minuman berbeda untuk satu gelas. Jika isi semua botol dituangkan pada
satu gelas itu, maka gelas akan menghasilkan minuman yang rasanya gado-gado
alias tidak jelas. Begitulah mengapa Allah SWT membolehkan poligami untuk
laki-laki tapi melarang poliandri untuk perempuan. Sebagian pihak menganggap
itu sebagai bentuk ketidakadilan Allah SWT. Mereka menganggap Allah SWT seolah
hanya menguntungkan laki-laki tapi justru merugikan perempuan. Dan para aktivis
perempuan berteriak kencang : poligami adalah ketidakadilan. Kalau memang adil,
mestinya poliandri juga diperbolehkan untuk perempuan. Saat poliandri dilarang
keras oleh Sang Pencipta, bukan berarti Ia sedang bertindak tidak adil terhadap
perempuan. Justru Ia bersikap adil terhadap perempuan. Ia menempatkan perempuan
di tempat yang layak tidak boleh poliandri. Sebab jika perempuan berpoliandri,
maka perempuan akan menjatuhkan harkat keperempuanannya sendiri. Perempuan
umumnya cenderung hanya mencintai seorang lelaki. Perempuan biasanya tak kan
sudi cintanya diduakan. Karena itulah, umumnya perempuan tidak rela sang suami
berpoligami. Dengan demikian, jika perempuan berpoliandri, ia pun seolah
berusaha menghapus fitrah kewanitaannya. Bayangkan, betapa merepotkannya untuk
menentukan siapa ayah anak dariseorang perempuan yang berpoliandri. Setiap kali
anak lahir, harus dilakukan tes DNA dulu. Akan terjadi kekacauan nasab saat
terjadi poliandri.Karena itu pula, anak yang terlahir dari seorang ibu yang
melakukan hubungan seksual dengan banyak laki-laki, akan mengalami beban
psikologis, moral, dan hukum. Meski secara medis melalui test DNA, bisa
ditentukan lelaki yang membuahi, tapi menetapkan status hukum ayah bukanlah hal
yang mudah. Begitu pula dengan pembagian warisnya yang tentunya akan sulit dan
rumit luar biasa.
G.
Poliandri
dalam Sistem Hukum Perkawinan di Indonesia
UU No. 1 taun
1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa, perkawinan dianggap
sah apabila dilaksanakan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.[12]
Dengan demikian, dalam konteks Hukum Perdana, perkawinan plurarisme hukum.
Dalam rangka untuk memfasilitasi plurarisme hukum perkawinan ini. Bagi
masyarakat yang beragama Islam, perkawinan dilaksanakanoleh institusi KUA,
sedangkan bagi agama non Islam, dilaksanakan oleh Institusi Kantor Catatan
Sipil. Kendatipun demikian, atas yang paling dominan dalam perkawinan yang
diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 adalah monogami yang terbuka, dalam artian
masih dimungkinkan terjadinya perkawinan poligami dengan persyaratan yang
limitatif.
Dalam Pasal 1 UU
No. 1974,[13]
prinsip monogami ini, menjadi asas yang fundamental dalam pembentukan keluarga
yang bahagia dan kekal berdasrakan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga berbagai
bentuk perkawinan yang bertentangan dengan prinsip monogami, sepanjang tidak
ditentukan sebaliknya dalam hukum positif, adalah melanggar dan pelakunya dapat
dikenai sanksihukum berdasarkan ketentuan yang berlaku.
H.
Ketidaketisan
Poliandri dalam kehidupan Sehari-hari
Beberapa contoh
kasus poliandri memang sudah terbukti benar adanya. Tidak hanya mereka yang
ter-ekspose sorotan dunia saja dalam
melakukan poliandri, bahkan di sekitar lingkungan kita juga ada yang melakukan
poliadri. Di Indonesia sendiri, poliandri sudah dilakukan di berbagai daerah,
contohnya di madura.
Tanpa kita
sadari, pelaku poliandri bisa kita amati dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari. Sebenarnya, pelaku poliandri bisa dikatakan menyimpang dari aturan
norma sosial yang berlaku. Poliandri dilakukan oleh orang yang memiliki
pemikiran berbeda pada umumnya. Beberapa pelaku poliandri mungkin melakukan
karena adanya suatu keharusan atau alasan tertentu yang memang harus
dilaksanakan. Tetapi, poliandri merupakan suatu yang tidak wajar dan diluar
perilaku kehidupan yang biasa dijalani.
Bayangkan jika
seorang wanita tinggal bersama 3 orang suaminya, dari segi ekonomi memang
menguntungkan jika ketiga suami sang wanita tersebut menafkahinya secara rutin
dan ikhlas. Lalu bagaimana dengan segi sosial, dalam segi sosial wanita ini
akan dipandang rendah oleh orang-orang yang tinggal berada di sekitarnya.
Apalagi pemikiran ibu-ibu tetangga, biasnya semua disangkutkan pada hal
negatif. Dilihat dari pengaruh poliandrinya saja sudah memengaruhi pemikiran
tetangga atau orang disekitarnya untuk brpikir kurang baik. Apalagi di aspek
lain, pasti menimbulkan gejolak sosial dan kerancuan dalam diri pribadi wanita
tersebut. Dalam segi internal kelurga wanita tersebut juga pasti dapat dikira,
bagaimana sang wanita tersebut dapan memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri
ketiga suaminya. Misalnya saja dalam melayani hak suami, pasti akan timbul
kecemburuan yang tidak biasa atara yang suami satu dengan suami lainnya.
Untuk mejalani
bahtera kehidupan poliandri, seorang wanita akan mengalami kelelahan mental
juga fisik. Lelah mental contohnya dari cacian orang lain. Selain itu jika
ketiga suami atau salah satu suaminya melakukan hal yang tidak diduga, karena
melakukan poliandri membuat kemungkinan dari pihak suami melakukan kekerasan
dalam rumah tangga. Dari segi fisik, misalnya sang wanita harus bekerja keras
mengurusi keluarga setiap hari di dalam tempat atau rumah yang sama.
Begitu juga jika
dalam keluarga tersebut memiliki beberapa anak. Bayangkan betapa mirisnya
mengetahui kerumitan yang akan terjadi dalam keluarga tersebut. Konflik pasti
akan bermunculan. Apalagi mental anak-anak yang lair di keluarga poliandri,
biasa dikataka anak tersebut lahir di keluarga yang tidak semestinya atau tidak
normal. Seperti yag sudah dibahas sebelumnya, tentang ahli waris, keturunan, DNA
dan lainnya.
Banyak hal
negatif akan muncul jika melakukan poliandri. Sehingga poliandri dianggap tidak
etis dalam kehidupan sehari-hari. Ini jika dilihat dalam hal nyata tanpa
menyangkut agama. Apalagi yang sudah dibahas sebelumnya tentang larangan melakukan
poliandri dalam Islam. Semakin jelas keterlarangannya jika dikaitkan dengan
Islam beserta sebab dan akibatnya dalam kehidupan nyata.
I.
Permasalahan
Batin yang Timbul Akibat Poligami
Sewajarnya
seorang wanita mencintai seorang laki-laki saja. Jikalau memang mencintai
beberapa orang pria, wanita tersebut juga akan memegang teguh harkat wsebagai
wanita untuk menikah dengan seorang pria. Kecuali setelah adanya talak atau
cerai. Kebanyakan wanita memimpikan keluarga yang harmonis dengan seorang
suami. Dikasihi seorang suami dengan sepenuh hati tanpa harus dikasihi dan
disayangi oleh banyak lelaki.
Seorang
laki-laki juga tidak akan pernah rela istrinya juga dimiliki oleh orang lain.
Sifat mendasar tersebut sudah jelas menjadi tekanan batin jika seorang wanita
menikahi lebih dari seorang laki-laki. Tanggungjawab wanita tersebut juga pasti
sangat berat untuk menjalani kehidupannya.
Seorang
laik-laki yang akan menikahi seorang wanita yang poliandri juga harus
memikirkan banyak aspek yang akan terjadi di masa sekarang dan yang akan
datang. Karena sebenarnya pernikahan itu tidak hanya didasarkan dari “yang
pentiang keduanya ingin”. Jikapun ada, tidak ada orang yang akan menikahkannya
kecuali orang yang menikahkan adalah oran yang juga tidak punya dasar agama juga.
J.
Pelaku
Poliandri
Pelaku poliandri
adalah seorang wanita dan beberapa orang suaminya. Sebenarnya, banyak pihak
yang dapat disangkut pautkan karena adanya poliandri yang tejadi. Pernikahan
wanita poliandri dapat dicegah oleh orang-orang yang berada di sekitarnya.
Memang pernikaan adlah hak individu, tetpi jika pernikahan tersebut akan
menimbulkan hal yang tidak baik, sewajarnya pernikahan tersebut dicegah,
dibatalkan maupun dihentikan jika sedang berlangsung.
Orang yang
berpoliandri berarti orang yang mengesampingkan atau tidak peduli dengan aturan
agama. Melanggar larangan Allah SWT yang sudah jelas tertera dalam Al-Qur’an
dan Hadist. Tidak hanya dari wanitanya saja, tetapi juga dari lelaki yang
dinikahinya (dalam arti jika suami tahu istrinya melakukan poliandri). Mereka
sama-sama menentang ajaran agamanya. Iman yang mudah goyah dapat menyebabkan
mudahnya dihasut syetan-syetan yang terkutuk. Karena adanya hasutan syetan
poliandri dapat terjadi.
Selain itu,
poliandri juga dpat terjadi karena orang-orang disekitarnya tidak mencegah atau
hanya sekedar mengingatkan bahwa poliandri bukanlah hal yang baik. Kesalahan
juga terjadi pada orang yang menikahkan, wali nikah dan saksi nikah (ditekankan
lagi jika mereka tahu bahwa wanita itu berpoliandri). Maka dosa akan adanya
poliandri tersebar ke berbagai pihak.
Karena sekali lagi, bahwa poliandri ialah haram hukumnya.
Jadi, pelaku
poliandri tidak hanya wanita dan suami-suaminya saja, tetapi juga orang yang
berada disekitarnya dan atau orang yang terlibat saat penikahan terjadi. Hal
ini erat kaitannya dengan lingkungan dimana wanita itu tinggal. Dalam hal ini,
ditekankan karena tidak adanya alasan yang membolehkan berpoliandri.
K.
Menjauhkan
Diri dari Pernikahan Poliandri
Karena
pernikahan poliandri ada sebab dan akibatnya, maka juga ada cara untuk
menghindari pernikahan poliandri :
1. Memperkuat
iman dan takwa kepada Allah SWT, agar syetan tidak mudah menghasut untuk
berbuat hal yang dilarang Allah.
2. Memilih
lingkungan tempat tinggal yang baik, jauh dari kemaksiatan dan kemudharatan.
3. Hati-hati
dalam bertindak, berpikirlah secara matang jika ingin melakukan sesuatu. Jadi,
berpikir dahulu ketika akan melakukan poliandri, karena pada hakikatnya
poliandri menimbulkan banyak efek negatif bagi diri sendiri bahkan orang lain.
4. Memilih
pergaulan yang baik dengan orang-orang di sekitar kita di segala aspek
kehidupan. Pergaulan menjadi penentu ciri diri kita dan cermin diri. Kecuali
jika memang kita benar-benar tidak mudah terpengaruh atau memiliki konsistensi
dalam hidup.
5. Tidak
selalu bertindak sesuai kata hati, karena terkadang kata hati sudah diracuni
oleh syetan. Menyukai seseorang bukan berarti harus menikah dengan orang
tersebut. Apalagi ketika status sudah menikah dan sedang menjalani bahtera
rumah tangga dengan orang lain.
6. Menjaga
keharmonisan dan keutuhan keluarga yang sudah ada.
7. Menghormati
suami serta menjalankan kewajibat seorang istri kepada suami dengan ikhlas dan
tanggungjawab.
8. Selalu
bersyukur atas berkah dan nikmat yang sudah Allah berikan. Jika kurang
bersyukur, maka akan timbul ketidakpuasan dalam hati dan selalu menginginkan
yang lebih dari yang sudah dimiliki.
9. Menjaga
hati agar tidak goyah untuk menyukai atau mencintai selain suami atau pasangan
sendiri.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Poliandri adalah
wanita yang memiliki lebih dari satu suami. Poliandri merupakan hal yang
dilarang Allah SWT karena memiliki banyak akibat yang negatif, sehingga
hukum berpoliandri adalah haram. Banyak
pelaku atau orang yang terlibat karena adanya poliandri, berarti pihak yang
telibat mulai dari penikahannya juga menanggung kesalahan akan adanya
pernikahan tersebut berupa dosa. Namun, poliandri dapat dicegah atau dihindari
dengan berbagai cara, terutama memperkuat iman dan takwa kepada Allah SWT.
B.
Saran
Mudah-mudahan
tulisan makalah ini bermanfaat tidak
hanya sebagai pengetahuan saja, melainkan dapat bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari teutama dalam bidang keagamaan.
Dalam makalah
ini saya menjabarkan beberapa akibat negatif dari adanya poliandri. Mungkin
dalam makalah lain dapat menjelaskan lebih detai dampak atau akiba dari
poliandri ini. Mungkin juga, dalam makalah lain dapat menambahkan hikmah dan
dapat menjelaskan keterkaitan poliandri tentang penyimpangan sosial dalam ilmu
sosiologi.
[1] Ensiklopedi Indonesia jilid V
(Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve), 2736
[2] Ali Husein Hakeem. Et.al, Op.Cit., 172
[3] http://bajeu.com/
[6] Al-Qur’an dan terjemah (Madinah
Al-Munawarah : 1422 H), 120
[7] Etheses.uin-alang.ac.id
[8] Soemiyati, Op. Cit., 76
[9] www.piss-ktb.com
[10] www.piss-ktb.com
[11] www.piss-ktb.com
[12] Undang-Undang Perkawinan di
Indonesia, Ibid, 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar