WELCOME

GOOD LIVE, GOOD FUTURE

Selasa, 09 Februari 2016

LAPORAN SEJARAH "SANGIRAN"


LAPORAN SEJARAH
(SANGIRAN)


A.   Sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran

Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen).  Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km. Kepala pengelolaan situs Sangiran sekarang adalah Dr. Hari Widianto.


Situs Sangiran mempunyai luas sekitar 59, 2 km² (SK Mendikbud 070/1997) secara administratif termasuk kedalam dua wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen (Kecamatan Kalijambe, Kecamatan Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto & Simanjuntak, 1995). Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, menetapkan Sangiran sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia “World Heritage List” Nomor : 593. Dengan demikian pada tahun tersebut situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.

Pada awalnya Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa lampau. Museum Sangiran beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata yang menarik juga merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia.
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald. Di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini. Relatif utuh pula. Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan.
Bentang lahan situs tersebut meliputi areal seluas ± 48 km2 yang berbentuk seolah seperti kubah (dome), sehingga situs tersebut dinamakan dengan Sangiran Dome. Situs Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba yang sangat berperan penting dalam perkembangan penelitian di bidang palaeoanthropology di Indonesia. Pada tahun 1934 penelitian yang dilakukan oleh G.H.R. von Koenigswald yang menemukan beberapa alat sepih yang terbuat dari batu kalsedon di atas bukit Ngebung, arah Baratlaut SangiranDome.
Berdasarkan penelitian geologis, situs Sangiran merupakan kawasan yang tersingkap lapisan tanahnya akibat proses orogenesa (pengangkatan dan penurunan permukaan tanah) dan kekuatan getaran di bawah permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan bumi (eksogen). Aliran Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga mengakibatkan terkikisnya kubah Sangiran menjadi lembah yang besar yang dikelilingi oleh tebing-tebing terjal dan pinggiran-pinggiran yang landai. Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan tersingkapnya lapisan tanah/formasi periode pleistocen yang susunannya terbentuk pada tingkat-tingkat pleistocen bawah (lapisan Pucangan),pleistocen tengah (lapisan Kabuh), dan pleistocen atas (lapisan Notopuro). Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di laipsan-lapisan tersebut berasosiasi dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan lapisan Jetis, lapisan Trinil, dan lapisan Ngandong.
Diperkirakan situs Sangiran pada masa lampu merupakan kawasan subur tempat sumber makanan bagi ekosistem kehidupan. Keberadaanya di wilayah katulistiwa, pada jaman fluktuasi jaman glassial-interglassial menjadi tempat tujuan migrasi manusia purba untuk mendapatkan sumber penghidupan. Dengan demikian kawasan sangiran pada kalapleistocen menjadi tempat hunian dan ruang subsistensi bagi manusia pada masa itu.
Tempat-tempat terbuka seperti padang rumput, semak belukar, hutan kecil dekat sungai atau danau menjadi pilihan sebagai tempat hunian manusia pada kala pleistocen. Mereka membuat pangkalan (station) dalam aktifitas perburuan untuk m,endapatkan sumber kebutuhan hidupnya. Pilihan situs Sangiran dome sebagai pangkalan aktifitas perburuan mengingatkan kita dengan living floor (lantai hidup) atau old camp site di lembah Olduvai, Tanzania (Afrika). Indikasi suatu situs sebagai tempat hunian dan ruang subsistensi adalah temuan fosil manusia purba, fauna, dan artefak perkakas yang ditemukan saling berasosiasi.

Secara geo-stratigrafis, Situs Sangiran yang posisinya berada pada depresi Solo di kaki Gunung Lawu ini dahulu merupakan suatu kubah (dome) yang tererosi di bagian puncaknya sehingga menyebabkan terjadinya reverse (kenampakan terbalik). Kondisi deformasi geologis seperti ini kemudian semakin diperjelas oleh aliran Kali Brangkal, Cemoro dan Pohjajar (anak-anak cabang Bengawan Solo) yang mengikis situs ini mulai di bagian utara, tengah dan selatan. Akibat dari kikisan aliran sungai tersebut maka menyebabkan lapisan-lapisan tanah tersingkap secara alamiah dan memperlihatkan berbagai jejak fosil (manusia purba dan hewan vertebrata) (Widianto & Simanjuntak 1995).


Sejarah atau riwayat penelitian di Situs Sangiran bermula dari laporan GHR. Von Koenigswald yang menemukan sejumlah alat serpih dari bahan batuan jaspis dan kalsedon di sekitar bukit Ngebung pada tahun 1934 (Koenigswald, 1936). Temuan alat-alat serpih yang kemudian terkenal dengan istilah ‘Sangiran Flakes-industry’ tersebut diperkirakan berasal dari lapisan (seri) Kabuh Atas yang berusia Plestosen Tengah. Namun hasil pertanggalan tersebut banyak dikritik oleh para ahli (de Terra, 1943; Heekeren, 1972) karena temuan tersebut dihubungkan dengan konteks Fauna Trinil yang tidak autochton (Bartstra dan Basoeki, 1984: 1989) atau bukan dari hasil pengendapan primer (Bemellen, 1949).

Penelitian di situs ini menjadi semakin menarik dan berkelanjutan ketika pada tahun 1936 ditemukan fragmen fosil rahang bawah (mandibula) manusia purba Homo erectus yang kemudian disusul oleh temuan fosil-fosil lainnya. Setelah masa pasca Koenigswald atau pada sekitar tahun 1960-an, penelitian terhadap fosil-fosil hominid dan paleotologis di situs ini kemudian diambil alih oleh para peneliti dari Indonesia (antara lain T. Jacob dan S. Sartono) serta terus berkelanjutan sampai sekarang. Penelitian yang sangat ‘spektakuler’ terjadi ketika Puslit Arkenas melakukan kerjasama penelitian dengan Museum National d’Histoire Naturelle (MNHN), Perancis melalui ekskavasi besar-besaran selama 5 tahap (tahun 1989 – 1993) di bukit Ngebung yang menghasilkan sejumlah temuan secara ‘insitu’ dan pertanggalan absolut yang sangat menarik. Penelitian Situs Sangiran semakin berkembang pesat dalam dekade lima tahun belakangan ini setelah Balar Yogya ikut berpartisipasi langsung dan melakukan program-program penelitian secara intensif dan terpadu (Widianto 1997; Jatmiko 2001).



Prof. Dr. Teuku Jacob yang juga menjadi peneliti berbagai hasil temuan situs manusia purba. Dia adalah peneliti dari berbaagai fosil yang ditemukan di Pulau Jawa. Ia sempat menghebohkan kalangan antropologi atas kritiknya terhadap asal-usul Homo Floresiensis.


B. Keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectus

Sangiran adalah sebuah situs paleontologis yang terlengkap di Indonesia dan cukup terkemuka di dunia. Keberadaan situs ini secara resmi telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu situs warisan budaya dunia sejak bulan Desember 1996 (Widianto 2000). Dari sekitar 100 individu temuan fragmen fosil manusia purba yang didapatkan di Indonesia, hampir 65% -nya berasal dari Situs Sangiran dan mencakup sekitar 50 % dari populasi taxon Homo erectus di dunia. Pada umumnya fosil-fosil tersebut ditemukan secara kebetulan (temuan penduduk) dan dalam bentuk fragmenter; yaitu antara lain berupa tulang-tulang tengkorak, mandibula dan femur. Fosil-fosil tersebut ditemukan pada beberapa tempat atau lokasi utama di Pulau Jawa; yaitu antara lain di Pati Ayam, Sangiran, Ngandong dan Sambungmacan (Jawa Tengah) serta di daerah Trinil dan Perning (Jawa Timur). Berdasarkan bentuk fisik dan lingkungan endapan asalnya, secara umum temuan fosil-fosil manusia purba di Indonesia dikategorikan menjadi 3 kelompok utama (Widianto, 1996); yaitu kelompok Pithecanthropus arkaik yang berasal dari Formasi Pucangan (Plestosen Bawah) yang ditaksir mempunyai usia antara 1,7 – 0,7 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah Meganthropus palaeojavanicus dan Pithecanthropus mojokertensis. Kelompok kedua adalah jenis Pithecanthropus klasik yang berasal dari Formasi Kabuh (Plestosen Tengah) yang mempunyai usia sekitar 800.000 – 400.000 tahun. Jenis kelompok ini (Homo erectus) yang paling banyak ditemukan di Sangiran. Kelompok yang ketiga adalah Pithecanthropus progresif yang berasal dari Formasi Notopuro (Plestosen Atas) dan mempunyai umur antara 400.000 – 100.000 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah temuan Homo soloensis dari Ngandong dan Trinil (Widianto 1996, Semah et.al. 1990).
            



HOMO ERECTUS



Dome Sangiran merupakan daerah yang tersingkap. Berdasarkan hasil penelitian terbentuknya Dome Sangiran merupakan peristiwa geologis yaitu diawali pada 2,4 juta tahun yang lalu terjadi pengangkatan,gerakan lempeng bumi,letusan gunung berapi dan adanya masa glasial sehingga terjadi penyusutan air laut yang akhirnya membuat wilayah Sangiran terangkat keatas, hal ini dibuktikan dengan endapan yang bisa kita jumpai di sepanjang Sungai Puren yang tersingkap lapisan lempeng biru dari Formasi Kalibeng yang merupakan endapan daerah lingkungan lautan dan hingga sekarang ini banyak sekali dijumpai fosil-fosil moluska laut.
·         PROSES TERBENTUKNYA SANGIRAN

Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi, diantaranya :
Formasi situs Sangiran

1.       Formasi Kalibeng

Lempung biru yang membentuk apa yang disebut kalangan arkeolog sebagai Formasi Kalibeng di bagian paling bawah adalah endapan paling tua. Endapan itu tercipta sejak 2,4 juta tahun lalu ketika daerah ini masih merupakan lingkungan laut dalam. Di dalam lapisan lempung biru, selain mengandung foraminifera dan jenis mollusca laut (turitella, arca, nasarius, dan lain-lain) juga ditemukan fosil ikan, kepiting, dan gigi ikan hiu. Berumur 2,4 juta s/d 1.8 juta tahun lalu.


Dengan lapisan:
·      Lapisan napal (Marl)
·      Lapisan lempung abu-abu (biru) dari endapan laut dalam
·      Lapisan foraminifera dari endapan laut dangkal
·      Lapisan balanus batu gamping
·      Lapisan lahar bawah dari endapan air payau




2.       Formasi Pucangan

Formasi ini berada diatas lapisan atau formasi kalibeng. Sekitar 1.800.000 – 700.000 tahun yang lalu formasi ini merupakan rawa pantai dan di dalam lapisan ini terbentuk endapan diatomit yang mengandung cangkang diatomea laut. Formasi ini berupa lempung hitam dan mulai terbentuk dari endapan lahar Gunung Merapi purba dan Gunung Lawu purba. Formasi Pucangan banyak mengandung fosil manusia purba dan hewan mamalia, antara lain reptil (buaya dan kura-kura), mamalia, rusa, bovidae, gajah, babi, monyet, domba, dan fosil kayu. Berumur 1.8 juta s/d 700  ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
·      Lapisan lempung hitam (kuning) dari endapan air tawar
·      Lapisan batuan kongkresi
·      Lapisan lempung volkanik (Tuff) (ada 14 tuff)
·      Lapisan batuan nodul
·      Lapisan batuan diatome warna kehijauan

3.       Formasi Grenzbank

Pada 700.000 tahun yang lalu formasi grenzbank terletak diatas formasi Pucangan. Terbentuknya formasi ini terjadi erosi pecahan gamping pisoid dari pegunungan selatan yang terletak di selatan Sangiran dan kerikil-kerikal vulkanik dari Pegunungan Kendeng di utaranya. Material erosi tersebut menyatu di Sangiran sehingga membentuk suatu lapisan keras setebal 1-4 meter, yang disebut grenzbank alias lapisan pembatas. Lapisan ini dipakai sebagai tanda batas antara Formasi pucangan dan Formasi Kabuh.Pengendapan grenzbank menandai perubahan lingkungan rawa menjadi lingkungan darat secara permanen di Sangiran. Pada Grenzbank banyak ditemukan hewan mamalia, ditemukan pula fosil Homo Erectus.

4.       Formasi Kabuh

Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang hebat di sekitar Sangiran, berasal dari Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba. Letusan hebat telah memuntahkan jutaan kubik endapan pasir vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran sungai yang ada di sekitarnya saat itu. Aktivitas vulkanik tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi susul-menyusul dalam periode lebih dari 500.000 tahun. Aktivitas alam ini meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak kurang dari 40 meter, dikenal sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini mengindikasikan daerah Sangiran sebagai lingkungan sungai yang luas saat itu: ada sungai utama dan ada pula cabang-cabangnya dalam suatu lingkungan vegetasi terbuka. Salah satu sungai purba yang masih bertahan adalah Kali Cemoro. 
Berbagai manusia purba yang hidup di daerah Sangiran mulai 700.000 hingga 300.000 tahun kemudian terpintal oleh aliran pasir ini. "Mereka" diendapkan pada sejumlah tempat di Sangiran. Badak, antilop dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada Formasi Kabuh. Stegodon sp ditemani jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos groeneveldtii (banteng).
Saat itu mereka masih meneruskan tradisi pembuatan alat serpih bilah. Pada Kala Plestosen Tengah inilah Sangiran menunjukkan lingkungan yang paling indah: hutan terbuka dengan berbagai sungai yang mengalir, puncak dari kehidupan Homo erectus beserta lingkungan fauna dan budayanya. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling banyak menghasilkan fosil manusia dan binatang. Berumur 700 ribu s/d 250 ribu tahun lalu. Dengan Lapisan:
·      Lapisan konglomerat
·      Lapisan batuan grenzbank sebagai pembatas
·      Lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada 3 tuff)
·      Lapisan pasir halus silang siur
·      Lapisan pasir gravel.

5.       Formasi Notopuro

Formasi Notopuro yang berada pada lapisan teratas di situs Sangiran ini sekitar 500.000 – 250.000 tahun yang lalu dengan litologi breksi laharik dan batu gamping tufaan yang diakibatkan oleh banyaknya aktivitas vulkanik.Lahar vulkanik diendapkan kembali di daerah Sangiran, yang juga mengangkut material batuan andesit berukuran kerikil hingga bongkah. Di dalam lapisan ini banyak ditemukan artefak batu hasil budaya manusia yang berupa serpih-bilah (sehingga Sangiran dijuluki industri serpih-bilah Sangiran), kapak perimbas, bola batu, kapak penetak, dan kapak persegi. Selain itu, lapisan ini jugaditandai oleh endapan lahar, breksi, pasir dan juga banyak ditemukan alat serpihfosil kerbau dan kijang.
Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah pelipatan morfologi secara umum di Sangiran, yang mengakibatkan pengangkatan Sangiran ke dalam bentuk kubah raksasa. Erosi K. Cemoro berlangsung terus-menerus di bagian puncak kubah sehingga menghasilkan cekungan besar yang saat ini menjadi ciri khas dari morfologi situs Sangiran. Berumur 250 ribu s/d 15 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
·      Lapisan lahar atas
·      Lapisan teras
·      Lapisan batu pumice

6.       Formasi Teras Solo (Kali Pasir)

Berumur 15 ribu s/d 1.5 ribu tahun lalu. Dimana hanya memiliki lapisan endapan sungai batu kerikil dan kerakal.



C.   Pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di  Museum Sangiran

Sebanyak 50 (lima puluh) individu fosil manusia Homo erectus telah ditemukan. Jumlah ini mewakili 65 %  dari fosil Homo erectus yang ditemukan di seluruh Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo erectus  di dunia .Keseluruhan fosil yang telah ditemukan sampai saat ini adalah sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran Museum Sangiran dan 10.875 fosil lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan. Dilihat dari hasil temuannya, Situs Sangiran merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hal tersebut, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite World Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.


Koleksi Museum Sangiran

1)        Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus Pithecanthropus erectus, Homo soloensis Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens .


Homo erectus
 

Manusia purba Aceh
 


Homo florensis
      
2)        Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah),Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi),Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp(rusa dan domba).

Fragmen gajah purba

Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya adalah:
Ø    Mastodon


Ø    Stegodon

Ø    Elephas

        


3)        Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypodadan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera .
4)        Batu-batuan , antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis
5)        Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas-penetak


Koleksi lainnya

a.       Fosil kayu yang terdiri dari:
Fosil kayu
o  Temuan dari Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Ditemukan pada tahun 1995 pada lapisan tanah lempung warna abu-abu ditemukan pada formasi pucangan
Fosil batang pohon
o  Temuan dari Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Fosil ini ditemukan pada tahun 1977 pada lapisan tanah lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan pada Formasi pucangan
b.      Tulang hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan di kawasan cagar sangiran pada tanggal 23 november 1975 di tanah lapisan lempung warna abu –abu Formasi kabuh bawah.
c.       Tulang paha
Ditemukan dari Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 Februari 1989 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari endapan ditemukan pada formasi pucangan atas.
d.      Tengkorak kerbau
Ditemukan oleh Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat kekuning-kunginan yang bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan geologi berumur 700.000-500 tahun
e.       Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan tanah pasir bercampur kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh.
f.       Tulang rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan oleh Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada lapisan lempung warna abu – abu dari endapan pucangan atas.
g.      Ruas tulang belakang (Vertebrae)
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan tanah pasir berwarna abu – abu pada formasi kabuh bawah.
h.      Tulang jari (Phalanx)
Ditemukan di situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir kasar warna cokelat kekuning-kuningan pada formasi kabuh.
i.        Rahang atas Elephas Namadicus
Rahang ini dilengkapi sebagian gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh Ngrejo, Desa Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen pada tanggal 24 April 1980 pada lapisan Grenz bank antara formasi pucangan dan kabuh.
j.        Tulang kaki depan bagian atas (Humerus)
Bagian fosil ditemukan oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 28 Desember 1998 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas kala pleistosen bawah
k.      Tulang kering
Ditemukan oleh Warsito di Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 januari 1993 lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas.
l.        Fosil Molusca
a.      Klas Pelecypoda
b.      Klas Gastropoda
m.    Binatang air
Ø  Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan pada tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di Dukuh Blimbing, Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen pada formasi pucangan
Ø  Kura – kura (Chlonia Sp.) ditemukan pada tanggal 1 Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi pucangan
Ø  Ruas tulang belakang ikan ditemukan pada tanggal 20 November 1975 oleh Suwarno di Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada formasi pucangan


Selain mendirikan museum situs prasejarah sangiran untuk menjaga kawasan sangiran, pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang tentang perlindungan cagar budaya sangiran, yaitu:
1)      Mengeluarkan SK. Mendikbud No. 70 / 111 / 1977 dan menetapkan sangiran sebagai cagar budaya. Semua fosil-fosil di wilayah sangiran dilindungi dan setiap temuan harus diserahkan kepada pemerintah.
2)      UU No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya yang lebih keras yaitu, menetapkan sangiran sebagai cagar budaya ( UNESCO )

Meskipun pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan cagar budaya, tetapi pada kenyataannya masih mengalami beberapa masalah yaitu;
a.       Daerah yang seluas 32 km² hanya diawasi oleh tenaga yang sangat terbatas. Daerah itu hanya dijaga oleh 27 personil, termasuk 8 orang bertugas sebagai satpam.
b.      Adanya tradisi memberi hadiah terhadap penemu fosil yang telah berlangsung sejak jaman pendudukan Belanda.
c.       Para pembeli asing menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dari pemerintah, sehingga banyak penduduk setempat yang menjual fosil temuannya kepada pembeli asing.



D.   Pengembangan Museum Purbakala Sangiran

Sejak dibangun pada 2005 silam, museum sangiran yang terletak di Kecamatan Kalijambe, akhirnya diresmikan penggunaannya  oleh Wakil Menteri pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan yang juga sebagai pembuat Desain Engginering Plan Sangiran, Prof Dr. Windu Nuryati, PHD. Dua puluh tahun silam tempat tersebut masih berupa joglo sederhana yang dijadikan tempat pengumpulan fosil-fosil purba oleh kepala desa Krikilan, Toto Marsono. Kini, ditanah yang berusia 1,8 juta tahun itu telah berdiri megah sebuah bangunan museum bertaraf internasional. Berbagai rangkaian acara digelar mengiringi peresmian museum, mulai dari seminar internasional yang mendatangkan 100 pakar arkelologi di dunia hingga pelaksanaan penggailian di Sangiran bersama ilmuwan dari Uni Eropa. Selain itu, pada acara tesebut diserahkan rekonstruksi rangka kuda air berusia 1,2 juta tahun yang ditemukan di Bukuran oleh tim gabungan Indonesia – Perancis. Museum Sangiran berdiri di dalam Cluster Krikilan yang merupakan Cluster pertama yang telah selesai dibangun. Masih ada tiga Cluster lainnya yang akan mulai dibangun tahun depan, yaitu Cluster Ngebung, Cluster Bukuran, keduanya terletak di wilayah Kab. Sragen, dan Cluster Ndayu yang terletak di wilayah Kab. Karanganyar.
Tiap Cluster tersebut akan menjadi pusat-pusat penelitian zaman purba sesuai masing-masing bagiannya. Misalnya Cluster Ndayu akan dijadikan pusat penelitian arkeologi mutakhir dan Cluster Ngebung akan menjadi pusat sejarah temuan fosil. Pembangunan Cluster akan melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Sragen serta Kabupaten Karanganyar. Selain itu ada beberapa upaya pemerintah yang dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran antara lain :
·         Melengkapi kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan menjadi ruang pameran tambahan.
·         Pemerintah merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang ada secara bertahap. Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
·         Menghadirkan investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih lanjut dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.
·         Melakukan beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada publik nasional.
Museum Sangiran yang mempunyai 14.000 an koleksi fosil ini menawarkan tiga titik wisata purba yang menakjubkan. Di museum I, pengunjung dapat menyaksikan pameran fosil-fosil asli dan peralatan manusia purbakala. Kemudian dimuseum II dihadirkan 12 langkah kemanusiaan, mulai dari terciptanya alam, terbentuknya kepulauan Indonesia dan Jawa, kedatangan manusia pertama, proses evolusi sekitar 1,5 juta tahun lalu dan perkembangannya hingga menjadi manusia modern. Sedang museum III dipertunjukkan tentang zaman keemasan Homo Erectus Sangiran yang bterjadi sekitar 500.000 tahun .
Pengumpulan fosil – fosil Sangiran tidak terlepas dari peran serta Masyarakat Krikilan. Peresmian pada tanggal 15 Desember 2011 bertepatan dengan peristiwa lima tahun silam 15 Desember 2006, waktu itu terjadi peristiwa penting di Meridian Mexico, dimana Pemerintah Indonesia menerima tanda pengesahan Situs Sangiran ditetapkan sebagai warisan dunia. Bupati Sragen mengharapkan Situs Sangiran yang sangat membanggakan namun kadang kurang dikenal oleh masyarakat Sragen sendiri mengharapkan agar bisa dinikmati oleh  semua kalangan tidak hanya kalangan peneliti. Sragen telah menjadi City of Java Man yang memiliki situs yang mengungkap rahasia sejarah manusia purba. Di situs kebanggaan ini memuat cerita tak terputus sejarah perjalanan manusia purba hingga menjadi manusia modern. Dan di tanah yang telah berusia lebih dari 1,8 juta tahun ini ternyata masih banyak menyimpan fosil-fosil purba yang bisa digali, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk menemukan fosil-fosil ini dan menyerahkannya kepada pemerintah Indonesia.

E.    Pengungkap Situs Sejarah Sangiran

Penelitian terhadap situs sangiran diwali oleh Eugene Dubois pada tahun 1893 dimana sebelum dia mengadakan penelusuran mencari fosil nenek moyang manusia di Sumatra Barat, tetapi dia tidak menemukannya. Selai Dubois, tahun 1930-an penelususranb dilakukan oleh GHR Von Koenigswald. Tahun 1934 Von Koenigswald berhasil menemukan kurang lebih 1000 alat batuan manusia purba yang pernah hidup di Sangiran.
Tahun 1936 Von Koenigswald berhasil menemukan fosil rahang atas manusia pdan selanjutnya ia memberi nama fosil Megantrophus Paleojavanicus. Tahun 1973 dia juga berhasil menemukan manusia purba yang dicari oleh Eugene Dubois yaitu Pithecanthropus Erectus. Penemuan kedua ini mendorong para ahli untuk mengadakan penelitian lanjutan di situs sangiran diantaranya : Helmut de Tera, Movius, P. Marks, RW van Bemmelean, H.R van Hekkeren, Gert jan Barsta, Francois Semah, Anne Marie Semah, M. Itahara. Sedangkan peneliti-peneliti dari Indonesia yang serius menangani sangiran adalah: R.P Soejono, Teuku Jacob, S. Sartono, dan Hari Widianto.











F.      Pengertian Fosil Pengertian, Manfaat dan Syarat terbentuknya fosil.
     
Fosil adalah sisa-sisa organisme yang pernah hidup di waktu silam, yang diawetkan oleh alam. Karena terawetkan sejak 3,5 miliar tahun yang lalu fosil menjadi petunjuk penting mengenai sejarah bumi.
Manfaat dari fosil adalah :
a.       Fosil merupakan kunci yang menentukan mengenai lingkungan masa lalu. Binatang dan tumbuhan hidup di daerah yang memiliki keadaan (iklim) yang berbeda-beda. Dengan menggunakan keadaan iklim dari binatang dan tumbuhan pada zaman modern sebagai bandingan dan penerapan Prinsip Uniformtarianisme, dapat diperkirakan keadaan iklim pada saat hidupnya tumbuhan dan binatang serupa pada zaman dahulu.
b.      Fosil merupakan dasar utama dalam menentukan umur relatif suatu lapisan dan komponen yang sangat penting dalam menyusun sejarah bumi yang sudah berumur 600 juta tahun.
c.       Sebagai penunjuk waktu (time indicator) dalam geologi.
d.      Menentukan perkiraan umur relatif batuan : lapisan yang memiliki kesamaan kandungan fosil diperkirakan diendapkan pada waktu yang bersamaan.
e.       Mengetahui kisaran lingkungan pengendapan : penemuan fosil pada suatu tempat dapat menjadi petunjuk untuk menentukan lingkungan pengendapan, misalnya dengan ditemukannya fosil ikan pada suatu lapisan menunjukan bahwa wilayah sekitar lapisan tersebut kemungkinan adalah suatu lingkungan air.
f.       Menentukan korelasi batuan : lapisan batuan pada suatu daerah dapat dikatakan sama dengan lapisan batuan didaerah lain jika keduanya mengandung jenis fosil yang sama.
g.      Fosil penting untuk memahami sejarah batuan sedimen bumi. Subdivisi dari waktu geologi dan kecocokannya dengan lapisan batuan tergantung pada fosil.Organisme berubah sesuai dengan berjalannya waktu dan perubahan ini digunakan untuk menandai periode waktu. Sebagai contoh, batuan yang mengandung fosil graptolit harus diberi tanggal dari era paleozoikum. Persebaran geografi fosil memungkinkan para ahli geologi untuk mencocokan susunan batuan dari bagian-bagian lain di dunia.
Ada beberapa syarat yang menyebabkan terjadinya fosil, diantaranya yaitu :
1.      organisme mempunyai bagian tubuh yang keras
2.      mengalami pengawetan dalam batuan sedimen
3.      mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
4.      terjadi secara alamiah, terhindar dari proses – proses kimia
5.      terbebas dari bakteri pembusuk, terhindar dari organisme pemangsa
6.      umurnya lebih dari 10. 000 tahun.

G.   Proses Terbentuknya Fosil

Ketika suatu organisme mati, bangkainya terkubur dan lambat laun berubah menjadi fosil. Biasanya hanya bagian-bagian terkeras, seperti cangkang atau tulang, yang masih terawetkan. Kadang-kadang bangkai tersebut perlahan-tahan membatu. Molekul-molekul aslinya digantikan oleh berbagai jenis mineral seperti katsit atau besi pirit. Namun, ada puta beberapa fosil yang masih mengandung sebagian besar molekuI astinya. Sebuah cabang ilmu baru yang disebut pateontotogi molekuter berupaya untuk membandingkan kesamaan komposisi kimia atau bahkan gen dari spesies purba yang tetah punah dengan spesies yang masih hidup hingga kini.

H.   Sejarah Khidupan di Bumi

Sejarah kehidupan di planet bumi selama 65 juta tahun terakhir ditandai oleh munculnya aneka jenis mamalia dan berbagai rupa pepohonan berdaun lebar dan tumbuhan berbunga. Sekitar 200 juta tahun sebelum periode ini, dinosaurus dan hewan sejenis merajai daratan. Sebaliknya, berbagai jenis organisme laut hidup di laut hangat. Selama periode Karbon, sekitar 300 juta tahun silam, hamparan rawa mahaluas mendukung penyebaran tetumbuhan primitif seperti paku-pakuan raksasa dan pakis. Sisa-sisa tumbuhan purba semacam ini berubah menjadi deposit batu bara. Tidak dijumpai banyak bukti akan adanya bentuk kehidupan di atas daratan sebelum periode Karbon. Namun, samudra pada waktu itu telah dipenuhi oleh kehidupan. Fosil dari periode Prekambrian (600 juta tahun silam) jarang ditemukan. Selama masa tersebut hanya ada sedikit spesies tumbuhan dan hewan besar yang hidup dan berbiak di bumi.

Waktu geologis dibagi menjadi deretan periode, masing-masing ditandai oleh kelompok fosil tertentu. Periode Prekambrian memakan waktu 85 persen dari seluruh perjalanan sejarah bumi. Namun, bebatuan yang berasal dari periode ini umumnya gagal terawetkan, dan hanya ada sedikit spesies hewan bertubuh besar yang meninggatkan fosil.