WELCOME

GOOD LIVE, GOOD FUTURE

Kamis, 20 Juli 2017

Pendakian Gunung Sindoro 3153 mdpl (Via Tambi)

Hai guys, ini tulisan perdana pengalamanku yaw, biasanya kan ku posting tentang info pengetahuan, foto dsb. Kali ini ku pengen nulis pengalaman yang bisa dibilang ya nekat wkwkwk. Yuk cap cus, sok disimak cerita aing. Ini cukup informatif.


Cerita pertama dimulai dari rencana naik sindoro. Awalnya sebelum kuliah semester 2 berakhir dengan makrab setelah UAS, aku berencana naik gunung di liburan otw semester 3. Banyak teman kuliahku sejurusan Teknik Geofisika 2016 UPN V YK mengajakku untuk hiking mengisi liburan serta berwacana ria. Ada beberapa orang lain yang mengajakku nanjak gunung juga.
Dasarnya aku gasuka wacana aja, untuk memastikan keberangkatan setelah lebaran habis, aku memastikannya kepada Komandan Tingkat (komting) angkatanku tentang rencana ke Sindoro. Aku hanya memastikan hal ini kepada dia. Ya biar ga ribet ngajak yang lain wkwk. Saat itu di hari arak arakan GF Juli 2017 aku ke Jogja sekaligus ngobrolin naik Gunung. Aku mendapat teman tambahan yang berminat ikut naik bersama komting. Yang jelas wakomtingku sangat bersemangat untuk naik walau hanya aku (komting bayangan), komting dan wakomting saja. Karena ku yakin yang lain hanya wacana. Setelah mencari cari teman dengan antusiasme tinggi tapi banyak alesan buat wacana, kuputuskan fix naik Sindoro hanya bertelu. Esok datang tanggal 17 Juli yang seharusnya kita sudah siap dan berangkat ke Wonosobo (ma lafly city). Eee tiba tiba dengan alasan yang cukup mencengangkan wakomtingku tak jadi ikut karena mencret -_-. It's annoying you know. Alhasil dengan semangat 45, komting yang sudah siap dengan logistiknya dan aku yang sudah siap dengan alat gunungnya tetap melanjutkan rencana dan menghapus wacana. Kami menghubungi salah satu teman kami dari Semarang yang suka naik gunung dan memaksanya untuk ikut. Tapi dia tidak diizinkan emaknya karena dia baru sembuh sakit. Well, just 2 orang.
Ku ajak teman SMA ku, merekapun berhalangan untuk join. Ya sudah pokoknya berangkat aja lah.
Sekitar pukul 5 sore 17 Juli, kami sampai rumahku yang berhawa dingin itu. Kami putuskan untuk naik esok harinya tanggal 18 Juli.
Kami merencanakan naik Gunung Sindoro lewat jalur Tambi, Sigedang, Kejajar. Info yang kami dapat dari internet, jalur ini tercepat bisa ditempuh 8 jam dan turun dengan hanya 3-4 jam.

1. Basecamp (Balai Desa Sigedang, CP Pak Amin)
Yaps, pukul 10 kami berangkat dan mencari basecamp pendakian yang infonya simpang siur karena setelah lebaran basecampnya pindah. Cari cari info selama 45 menit tanya sana sini. Akhirnya, dapet juga nomor Pak Amin, dia adalah pengurus basecamp pendakian Sindoro via tambi. Hmmm ternyata di hari itu so sepi sunyi, tidak ada tanda tanda pendaki lain.
Setelah mendaftar dengan harga 10.000 rupiah per orang dan parkir motor 5.000 rupiah kami pun langsung siap jalan nanjak gunung dan berharap ada pendaki lain yang menyusul. Ya, karena kita cuma bertwo.
Dari basecamp Pak Amin dekat Masjid itu, kami jalan melewati sedikit rumah warga dan jalan Tambi yang nanjak namun aspalan dengan pinggir samping kanan kiri kebun warga hingga akhirnya sampai di kebun Teh Tambi.

2. Kebun Teh
Kami melanjutkan perjalanan ke pos 1 melalui jalur cepat menyusuri jalan selokan kebun teh bukan jalan utama kebun teh. Sampai pos 1 dr basecamp kira kira 45 menitan apa ya hehe. Terus masih menyusuri kebun teh hingga pos 2 juga 45 menit. Ya nikmati aja dulu pemandangan kebun teh.

3. Hutan Lamtoro
Lanjut brooo naik hingga hutan Lamtoro. Di saat masuk hutan, aku berasa yakin jika tidak ada pendaki lain, Si Komting yang merasa agak was was masuk hutan mengucapkan salam sebelum jalan menyusuri hutan. Bermodalkan pengalamanku naik Gunung Prau dulu banget th 2013 dan tahun lalu naik Gunung Merbabu bersama kakak kakakku, serta pengalaman pendidikan dasar ZP (Zero Phase Geophysics Adventure) aku merasa mantap mantap saja bermodalkan sekotak alat survival barangkali ada apa apa yekan.
Yo piye meneh, wis nekat yo ndang lakoni haha. Di 1/3 hutan Lamtoro kutemukan pos 3 berupa batu tulis (batu sabak dong, metamorf harusnya, padahal itu batuan beku -_-) lanjut cuy, suasana berkabut di hutan, okelah dengan napas agak menggeh menggeh diselingi beberapa kali berhenti kamipun sampai di Padang Batu.

4. Padang Batu
Gile coy, sampe sono ujan gerimis, angin mayan kenceng, kabut agak tebel. Yaude la yaw kami memakai jaket kami masing masing yang sebelumnya kami hanya memakai kaos lengan pendek. Lanjut perjalanan, uh bener bener nanjak jak jak no bonus dari awal emang. Tapi ini nanjak terlalu bro. So slowww aman, kalaupun terjal yang penting kagak licin. Gileee, 10 15 langkah nanjak sembari istirahat sebentar. As always, jantung ane berdetak kencang ngos ngosan ini napas.
Yoa bray, suasana makin mencekam. Angin bertambah kencang, hujan turun deras dan kabut tebal sekali hingga jarak pandang hanya pol paling 5 meter aja. Langsung deh kita naik terus untuk mencari lahan yang datar untuk mendirikan tenda karena kami tidak menemukan tempat camp.

5. Watu Susu
Suasana ngeri bingits jam 5 sore, ya wis sing penting ndonga. Lagian mayan dari kebun teh hingga tempat kami bangun tenda ada signal H+ untuk telkomsel. Badai pun tetap update. Ya tenda segera didirikan, susah coy mau nancepin pasak. Batu semua isinya. Usaha keras menancapkan pasak sembari hujan lebat dan angin kencangpun berhasil. Tak lupa kami pasang batu di pasak itu agar tenda lebih kuat. Kapasitas tenda milik kakakku itu cuma pas buat 2 orang. Pol maksimum cuma 3 orang. Ya semua alat gunung kupinjem dari kakak sepupuku yang suka naik gunung. Lumayan tenda itu melindungi kami dari badai. Langsung kami menata semuanya dan membuka nesting karena lapar. Cukup kenyang dengan sebungkus mie isi 2 untuk berdua, kami memutuskan untuk istirahat dan tiduran kalo bisa ya tidur beneran di tengah badai tornado halilintar itu. Ooo pasti, saya tidak berani keluar coy. Waktu itu sungguh mencekam. Hingga kami chat teman teman di grup angkatan untuk mendoakan keselamatan kami. Tidak lupa snapgram dulu wkwk. Ya di dalam hati ku selalu berdoa. Di tengah malam dan pagi buta pun masih badai kencang hujan deras. Gimana ga was was. Camp kita di pinggir jurang bro, tempat datar cuma muat setenda. Atas batu bawah jurang. Untungnya disitu kami dapat. Ku dengar jika camp di hutan lamtoro kadang ada babi hutannya. Ya disitu mana ada babi hutan. Emang bisa naik babinya.
Wis yo, lagek penak turu mager, Komting nepuk nepuk minta aku bangun ubtuk melihat keindahan yang ia lihat di depan tenda jam 5 pagi setelah langit bersih badai berhenti. Disitu kami melihat lampu lampu beberapa kota kecamatan yaitu Garung, Kejajar, dan Dieng. Matahari pun mengintip. Masha Allah keren bingit langitnya. Gunung Prau, Telaga Menjer, dan bukit bukit lainnya keliatan jelas bet no tipu tipu. Eee kami melihat ke atas ternyata kami berada tepat di bawah Watu Susu.
Alhamdulillah sudah menemukan patokan lagi buat jalan. Sok segera kami sarapan beres beres sembari awan berjalan ke arah kami. Pukul 8 kami jalan naik terus tanjak terus laaaa. Tapi berbeda dengan hari sebelumnya, di pagi itu tanggal 19 Juli sejenak berhenti menengok ke belakang sungguh indah pemandangan tiada habisnya. Kamipun bersemangat untuk naik hingga puncak. Yaps, naik cukup lama dengan tanjakan terjal sekitar 2,5 jam kami sampai padang sabana.

6. Padang Sabana
Eui panas bener, disitu kami tinggal carrier dan lain sebagainya. Kujemur baju, kaos tangan dan beberapa alat lain agar kering nantinya. Kami meninggalkan semua itu dan hanya membawa barang berharga dan sebotol minum di ketinggian 3110 mdpl itu. Ku update lagi snapgram. Gile signal 4G coba.
No prob lah yaw menaklukan gunung cuma berdua tanpa orang lain secuilpun. Sampai puncak juga dengan jalan 15 menit.

7. Puncak Sindoro
Wiw, gersang dan bau belerang. Terlihat kepulan belerang dan suaranya yang ngeri. Beeee jangan ditanya, pemandangan lautan awan eww keren abisssss. Untung sekali hari itu cerah. Subhanallah alhamdulillah. Ya jalan jalan muterin puncak jepret sana sini. Cari tulisan 3153 mdpl.
Kami mencoba mendekati kawah dan menyusuri pinggir kawah. Uh asapnya, suaranya ngeri, e kena juga asepnya bikin mata pedes masuk idung mulut ga enak. Ya kami coba jaga jarak, kali aja kecemplung disitu kami lihat ada air umub sembuluk sembuluk. Yoi, kami mendapati bukit yang ada tulisannya mdpl nya itu lho. Eh ada serombongan orang berjumlah 6 orang dari depok naik Via Kledung. Ternyata ada orang juga. Eee mereka langsung turun setelah kumintai tolong menjepretkan kami berdua disitu. Yauda la yaw Gunung Sindoro serasa milik pribadi ini mah. Keinget sudah jam 12 siang disarankan untuk meninggalkan puncak gunung karena status kawahnya yang Siaga 1.
Kuylah turun, turun kami sekitar 5 jam karena aku memelankan langkah. Kakiku dah kayak mau copot sih.

Oke sampe situ aja lah ya ceritaku, banyak pengalaman berharga, menakutkan, mengerikan, y x nanjak cuma ber 2. Tapi, ew, nikmat Allah SWT tiada duanya menciptakan alam yang membuat mata ini dimanjakan dengan pemandangannya.
Yang penting NO WCN, nekat sih nekat, modal semangat dan sedikit pengalaman sangat membantu.
Tengkyu kawan sudah membaca, semoga bermanfaat di kehidupan anda, keluarga, berbangsa dan bernegara.